[Kliping] Tentang Pernyataan Pak Nuh Mengenai Kejujuran

Sumber: Milis Klub Guru Indonesia

saya membacai seluruh komentar tentang isu ini. tetapi saya tak menjumpai sebuah penjelasan yang fokus pada isu ketidaklulusan siswa dalam UN (tingkat kelulusan UN turun) dengan kejujuran. INILAH Pernyataan pemerintah paling ngawur dalam perang dingin antara yang pro dan kontra UN.

Pernyataan itu telah memberikan pelajaran buruk bagi seluruh siswa, seluruh praktisi pendidikan, dan seluruh penduduk di negeri ini. Mengingat, pernyataan itu hampir dikutip seluruh media elektronik, cetak, internet dan lainnya. Berkali-kali didiskusikan dan dikutip.

Di mana letak ngawurnya? Pernyataan itu telah menstabilo statemen usang "yang jujur hancur." Anak-anak didik kita diajari untuk tidak jujur, karena kejujuran itu berakibat ketidaklulusan. Pernyataan ini telah membalik akal sehat, nilai-nilai, dan pendidikan karakter yang tahun ini JUSTRU menjadi TEMA/ISU SENTRAL Hari Pendidikan Nasional. Dengan kata lain, kejujuran menurut Mendiknas harus ditinggalkan, karena merugikan. siswa tidak lulus, histeris, pingsan, bahkan ada yang minum racun serangga dan nyaris tewas. Orang tua gelisah, malu, resah, hancur. Secara pragmatis kejujuran harus dibuang jauh-jauh, dikubur hidup-hidup, bila perlu dibom biar hangus tak berbekas di negeri ini. Mengapa? Karena kejujuran telah menyengsarakan, merugikan, menisbikan. Ya menisbikan semua aktivitas pembelajaran selama tiga tahun lebih, menisbikan kerja keras, menisbikan semangat dan kedisiplinan, menisbikan harapan.

Siapa yang akan menolong kejujuran??? Tidak ada. Semua mencemooh, menuding, menstempel bahwa KAU TIDAK LULUS. Apa kata teman, sahabat, saudara, kerabat, tentang ketidaklulusan: ketidaklulusan adalah kebodohan. Stempel sosial inilah yang jauh lebih perih, lebih pedih, daripada penjara!!! Batam remuk karena buruh Indonesia dikatakan bodoh oleh ekspatriat. Mengapa? Karena ia jujur. Betapa pedihnya menjadi orang jujur. Betapa sengsaranya menjadi orang jujur. Harus dihina oleh teman, saudara, dicaci maki orang tua karena dianggap tidak pernah belajar, disiarkan televisi karena mereka membuat berita setelah histeris dan pingsan.

UNTUK Apa jujur kalau hancur. Untuk apa jujur kalau sengsara. Untuk apa jujur kalau terhina, ternista. Pernyataan ini sekaligus menguatkan bahwa bahwa 75% Dinas Pendidikan, Kepala sekolah, Guru dan Siswa TIDAK JUJUR selama pelaksanaan UN. Jika angka ketidaklulusan meningkat hingga 25%. Jika ketidaklulusan hanya 10% maka 90% pelaksanaan UN TIDAK JUJUR. Bukankah ini PENGAKUAN yang menohok jantung Kementerian Pendidikan Nasional sendiri. Jelas, pernyataan ini merupakan musibah bagi bangsa ini. Seorang menteri mengakui bahwa dirinya berlaku curang, tidak jujur selama pelaksanaan UN dengan persentase kecurangan antara 75% hingga 90%. Pengakuan ini justru dibanggakan bukan diberi sanksi: dipecat misalnya. Bagaimana mungkin seorang menteri melaksanakan programnya dengan sebuah rencana ketidakjujuran, sebuah kebohongan. Konyolnya kebohongan itu dibiarkan, tidak ada sanksinya.

LOGIKA kemendiknas terbolak-balik. Kejujuran yang seharusnya dikuatkan dengan program dan statemen yang masuk akal justru distempel sebagai sebuah kehancuran. Seharusnya, "jujur itu mulia, bukan jujur itu hancur." Statemen "peningkatan kejujuran itu" tidak masuk akal sehat dan hanya bisa dikeluarkan oleh mereka yang tidak bernalar sehat.

Pendidikan karakter yang bakal dideklarasikan Presiden lantas untuk apa jika kejujuran yang merupakan intisari pendidikan karakter itu ternyata cuma bisa menghasilkan kegagalan. Ya kegagalan, mengingat ketidakjujuran telah dilakukan secara sistematis, terorganisasi, dibiayai oleh negara, dilaksanakan oleh menteri dan birokrasinya.

Ironis!!

habe

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)