Ternyata "Gelisah" itu perlu

Beberapa hari yang lalu saya menyelesaikan sebuah makalah mengenai Ujian Nasional untuk dikirimkan ke sebuah konferensi. Lolos atau tidak, saya belum tahu karena baru akan diumumkan beberapa minggu lagi. Meskipun begitu ada kelegaan dalam hati saya. Hari saya menyelesaikan makalah saya, saya bahagia. Akhirnya saya bisa menyusun keseluruhan pengalaman saya dalam satu tulisan yang utuh. Utuh di sini maksudnya, bisa menjadi semacam kerangka teori untuk tulisan yang lebih besar. Saya tidak menyangka hari itu akan datang. 3, 5 tahun saya berusaha merangkai kata. Saya membaca buku-buku dan jurnal-jurnal tentang assessment sangat banyak tetapi belum juga menemukan "Aha moment". Saat di mana saya bisa menyusun segala pemikiran, kegelisahan saya sampai-sampai saya hampir menyerah.

Akhirnya momen itu saya temukan. Rasanya menyenangkan, tapi ternyata eng ing eng ada masalah baru. Menulis memang menyembuhkan. Menulis memang membantu kita merangkai pemikiran. Saat kita menulis kita harus merenung. Berefleksi. Menata kegelisahan. Berekspresi.

Saya baru sadar, tulisan-tulisan yang 'powerful' biasanya didasari oleh kegelisahan, kemarahan, dan kesedihan. Saya baru tahu maksud sahabat saya yang mengatakan, "penulis harus selalu mencari kegelisahan".

Kemarin selesai menulis makalah tersebut, kegelisahan saya terselesaikan. Tidak sepenuhnya memang, tetapi sebagian. Setidaknya saya merasa lebih ringan. Pertanyaan berikutnya apa lagi?

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah