[KLIPING] Membaca Buku Bagus

Membaca Buku Bagus

Pelajaran Membaca Buku Bagus diadakan setiap hari Sabtu. Pada pelajaran ini guru membacakan sebuah buku untuk anak. Cara membacakan harus dibuat menarik, seperti mendongeng, bukan dengan intonasi yang datar. Ketika pelajaran ini baru dimulai di SDKE MAngunan, Butet Kartaradjasa, salah seorang sahabat Romo Mangun membantu melatih guru untuk membacakan buku bagus. TAk jarang Romo Mangun dan Butet membacakan sendiri buku bagus untuk anak-anak. Cara ini lebih efektif karena anak lebih udah untuk memperhatikan isi buku yang bisa mempertajam kemampuan anak. Diharapkan dari Membaca Buku BAgus ini anak dapat:
a. Memperluas cakrawala padangnya;
b. BErani merantau, fisik maupun kejiwaan;
c. Dinamis, kaya akal, mencari jalan-jala alternatif kehidupan;
d. Bermental arif, penuh pehitungan;
e. Bermain dan takwa dalam segala cobaan.

Mata pelajaran Membaca Buku Bagus bersama dengan Kotak Pertanyaan dimaksudkan untuk memenuhi lima harapan tersebut. Dalam sistem pembelajaran terpadu, pembacaan buku bagus juga harus dikaitkan dengan mata pelajaran lain. Misalnya, dalam kesempatan tertentu bisa dimanfaatkan untuk penyempurnaan pemakaian bahasa Indonesia pada anak. Bila kebetulan dijumpai istilah fisika dan biologi dalam buku yang dibacakan, guru juga harus bisa memberi keterangan lebih lanjut tentang hal tersebut.

Materi buku yang dipilih hanya bisa memenuhi lima persyaratan di atas, biasanya buku-buku tentang penemu besar, orang-orang yang tidak mudah menyerah pada nasib. Romo Manugun menyarankan guru untuk tidak memilih buku tentang pahlawan perang, kecuali bila buku tentang pahlawan tersebut berisi tentang budaya dan lebih menonjolkan sisi kemanusiaan. MArco Polo, Captain Cook, Columbus, Magelhaen, Nightingale, Kartini, Walanda Maramis, Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantoro, Sutan Sjahrir, Romo van Lith, SJ, merupakan sebagian dari nama-nama tokoh yang menjadi pilihan guru dalam Membaca Buku Bagus. Cerita yang mengharukan, jenaka, menggembirakan juga menjadi pilihan untuk dibacakan. Romo MAngun menyarankan agar guru tidak membacakan komik untuk anak.

Anak-anak diperkenalkan pada dunia yang lebih luas daripada dunai lokal kehidupan mereka sehari-hari. Cakrawala hati anak harus dibuat seluas mungkin, menjelajahi bumi, lepas bebas dari segala yang mengurung anak. Semangat eksplorasi dan kreativitas dapat dibangun melalui pelajaran Membaca Buku Bagus dan Kotak Pertanyaan setiap Sabtu.

Guru juga diharuskan untuk mempersiapkan diri sebelum membacakan buku untuk anak. Pengucapan nama dan kata bahasa asing harus benar. Guru harus menanyakan pengucapan yang benar pada orang yang lebih tahu. Pengucapan kata juga harus jelas dengan itonasi yang menarik, bisa mengekspresikan kalimat yang dibaca. Guru juga harus bisa menjelaskan arti kata sulit yang tidak dimengerti aak.

Reaksi spontan anak-anak memang diharapkan. Mereka boleh berkomentar, bersorak, dan tertawa tetapi tidak mengacaukan perhatian teman lainnya. Guru tetap harus mengatur suasana kelas tetap tertib. Suasana gaduh adalah hal yang wajar saat Membaca Buku Bagus karena saat itu interaksi antara guru dan anak-anak sungguh-sungguh terjai. Guru pun bisa memberi komentar untuk menghidupkan suasana. Komentar guru dan anak melalui dialog juga bisa memperkaya pemahaman anak tentang istilah-istilah yang dipakai dan nilai-nilai kehidupan yang ada dalam cerita yang dibacakan. Membaca Buku Bagus juga merupakan cara untuk mendampingi anak untuk memahami budi pekerti, moral, dan iman.

Fungsi Membaca Buku Bagus menurut guru-guru Mangunan adalah untuk melancarkan membaca, memahami isinya, nilai-nilai yang bisa ditiru, dan menambah pengetahuan. Buku yang akan dibacakan biasanya dipilih oleh guru, tetapi kadang dipilih oleh murid. "Di kelas VI, kalau anak yang memilih bukunya, maka anaklah yang baca; kalau guru yang memilih, maka gruu yang baca," kata Bu ninik. Sementara Pak We mengatakan bahwa di kelas V yang dibacakan tidak hanya buku atau cerita tentang pengetahuan saja, tetapi juga membaca cerpen yang berisi nilai-nilai hidup. Penekanan cara membaca buku bagus terletak pada intonasi agar anak memperhatika bacaan. Di kelas V buku dibaca oleh anak-anak secara bergantian. "Rinda ketika membacakan cerita, misalnya, intonasinya sangat hidup sehingga teman-teman lain ikut memerhatikan."

Ketersediaan buku yang bisa dibaca anak kelas I di Mangunan sangat minim. "Biasanya anak lebih suka melihat gambarnya; mereka tertarik kalau ada gambar baru," kata Bu Peni. Anak kelas I lebih tertarik pada gambar karena mereka masih sulit membaca. "Kelas tinggi pun juga tertarik dengan gambar yang ada pada buku," kata Pak We. Guru berpendapat bahwa anak-anak sekarang lebih suka membaca komik, meskipun di perpustakaan keliling ada buku yang bukan komik. "Mereka kebanyakan lebih tertarik membaca dan meminjam komik dari perpustakaan keliling," kata Bu Ninik. "Untuk kelas I dan II komik sangat membantu kelancaran membaca anak, misalnya komik Doraemon. Bila anak sudah membaca biasanya akan suka membaca," kata Bu Siwi.

Masing-masing kelas di Mangunan mempunyai perpustakaan. Buku-buku di perpustakaan kelas diperoleh dari donatur, ada juga yang dibeli oleh guru. Buku-buku yang tersedia di perpustakaan kelas II boleh dibawa pulang oleh anak-anak. Anak kelas II diperbolehkan meminjam buku pada jam sekolah dan membaca di tempat favoritnya. Mereka membaca dengan keras, seakan ingin menunjukkan kemampuannya kepada teman-teman lainnya. "Kalau sudah membaca sendiri seperti itu, kelas menjadi ramai," kata Bu Siwi.

Sumber:
Pradipto, Y. Dedy. "Belajar Sejati Vs Kurikulum Nasional: Kontestasi Kekuasaan dalam Pendidikan Dasar". Penerbit Kanisius,
Yogyakarta: 2007

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Belajar Tentang Keliling Bangun Datar Memecahkan Masalah