Nilai Tinggi Tak Jamin...

Ada sebuah berita di kompas.com hari ini. Judul beritanya "Nilai Tinggi Tak Jamin Lolos Masuk RSBI". Meskipun saya tidak setuju adanya RSBI, kali ini saya tidak akan membicarakan mengenai RSBI, tetapi mengenai syarat masuk sekolah berdasarkan nilai.

Saya ingat obrolan beberapa mahasiswa saat saya sedang mengunjungi salah satu perguruan tinggi (PT) keguruan (swasta). Ada sejumlah mahasiswa yang sedang berbincang-bincang di perpustakaan. Mereka sedang membahas mengenai syarat masuk PT. Untuk masuk PT tersebut ada syarat-syarat lain selain nilai. Perlu ada surat rekomendasi dari guru SMU. Mirip dengan syarat masuk universitas-universitas di luar negeri. Mahasiswa-mahasiswa tersebut sedang berdiskusi mengenai itu.


“Waktu mau masuk sini kan butuh surat rekomendasi, “ kata seorang mahasiswi, “Nah aku punya teman yang aktif di paskibra. Nilainya memang tidak bagus-bagus amat, tapi dia merupakan siswa yang aktif. Tetapi, waktu dia meminta surat rekomendasi ke wali kelasnya, wali kelasnya tidak mau memberikan rekomendasi. Menurut wali kelasnya, nilainya pas-pasan maka dia tidak pantas untuk mendapatkan rekomendasi. Kenapa begitu yah?”


Diskusi terus berlanjut, “Iya yah, padahal kan pendidikan gak hanya berdasarkan nilai pelajaran. Kan tinggal membuat surat rekomendasi. Bisa saja sang guru menulis misalnya bahwa siswa tersebut aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sekolah, paskibra misalnya.”

“Kenapa yah anak-anak yang berprestasi dalam bidang lain, meskipun nilainya tidak terlalu bagus, tidak diperhatikan? Dianggap bodoh padahal belum tentu!”

“Iya padahal di ekskul, siswa juga belajar mengenai disiplin, bekerja sama, ketekunan, dan lainnya.”

Diskusi terus berlanjut tapi saya harus segera beranjak karena akan melakukan observasi kelas di perguruan tinggi tersebut.


Saya termasuk yang tidak menyetujui sistem seleksi untuk tingkat SMP dan SMU (terutama SMP). Bagi saya untuk kedua level tersebut seharusnya anak-anak berada dalam mixed ability class. Maksudnya, anak-anak berada dalam kelas dimana kemampuan akademik siswanya bervariasi. Jadi di kelas tersebut bisa saja ada siswa yang pandai dalam bidang matematika, sains, seni, bergaul, berkomunikasi, dan lain-lain. Intinya dalam satu kelas, ada berbagai variasi kecerdasan, karakter, dan pribadi siswa. Tentu saja untuk bisa mengajar dalam kelas ini, sang guru harus memiliki keterampilan yang tinggi. Bukan hal yang mudah untuk mengajar dalam mixed ability class. Dia perlu memiliki keterampilan mengajar yang memungkinkan dia untuk melibatkan seluruh siswanya dalam pembelajaran, terlepas dari berbagai perbedaan yang ada di dalam kelasnya. Anak-anak yang terbiasa hidup dalam lingkungan sejenis saja (misalnya anak pintar akademik hanya bergaul dengan pintar akademik) menurut saya kurang baik. Berada di lingkungan yang kaya dengan perbedaan akan menambah wawasan siswa, membantu mereka belajar dalam bergaul, dan sebagainya.

Kembali ke sistem seleksi berdasarkan nilai. Kalaupun ada sekolah yang memang merasa perlu mengadakan seleksi, nilai saja tidak akan menggambarkan kesuksesan siswa di sekolah. Bagaimana motivasinya? Apakah siswa mandiri? Bagaimana rasa ingin tahunya? Apakah siswa tersebut bisa menghadapi tantangan? Apakah siswa tersebut bisa beradaptasi dengan lingkunan baru? Dan banyak hal lainnya.

Untuk masuk universitas-universitas di luar negeri misalnya, meski nilai penting, tetapi ada banyak hal lainnya yang dipertimbangkan. Apakah visi sang calon mahasiswa? Apakah dengan dia belajar di universitas tersebut dia akan berkontribusi bagi masyarakat? Bagaimana kepemimpinannya? Apakah siswa tersebut konsisten, bisa mengatur waktu? Apakah siswa tersebut aktif? Dan banyak pertanyaan lainnya. Karena itulah, untuk masuk universitas-universitas di luar negeri, selain menyertakan transkrip nilai, biasanya disertakan juga surat rekomendasi, motivation letter, contoh karya (misalnya karya tulis, dan sebagainya). Guru yang menuliskan rekomendasi pun tidak harus selalu menuliskan mengenai nilai siswa, tetapi juga mengenai sifat siswa. Guru bisa menuliskan mengenai ketekunan siswa, bagaimana siswa sangat passionate dalam menjalankan aktifitasnya (misalnya teater), dan sebagainya. Nilai tinggi memang tidak menjamin kita untuk lolos dalam banyak hal, bukan hanya RSBI. Dia tidak menjamin kita akan sukses, tidak menjamin kita akan bisa menghadapi tantangan di luar sekolah, dan banyak lagi. Tentu saja saya tidak mengatakan bahwa nilai yang tinggi tidak penting. Yang saya katakan adalah ada banyak hal yang lebih penting daripada sekedar nilai yang tinggi seperti motivasi, kecintaan terhadap belajar, kemampuan menyelesaikan masalah, dan banyak lagi. Mau membantu menyebutkannya?

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)