Sebuah Kenangan Bersama (Almarhum) Mama : Mau Belajar Apa Liburan Ini?

Bagi kedua orang tuaku, termasuk bapak dan (almarhum) mamaku, pendidikan adalah nomor satu. Pendidikan di sini bukan hanya pendidikan formal yang terjadi di sekolah. Namun juga berbagai pendidikan lainnya termasuk pendidikan non-formal maupun informal yang diperoleh dengan berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. 

Terkait pendidikan non-formal, masa liburan dianggap oleh mamaku sebagai kesempatan yang baik untuk mendidik anak-anaknya. Setiap liburan sekolah akan tiba, mama akan bertanya, “Apa hal baru yang mau kamu pelajari liburan ini?”

Mamaku benar-benar menganggap pertanyaan ini serius. Jawabannya harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Intinya setelah berlibur, mamaku berharap kami anak-anaknya punya keterampilan atau pengetahuan baru. Kami, anak-anaknya bebas memberikan masukan terkait apa yang ingin kami pelajari. Misalnya saya pernah mengusulkan untuk belajar bahasa baru, belajar menyetir, belajar musik, atau menjelajahi tempat baru, dan sebagainya. Kalau mampu, kedua orang tua akan mendukung kami sebisanya. 

Kadang mama saya yang memberikan usulan. Mama pernah mengusulkan adik perempuan saya untuk belajar memainkan angklung. Di waktu lain mamaku pernah mengajak saya dan kedua adik mengunjungi keluarga di ujung Jawa Timur. Tak jauh dari sana ada sebuah pantai yang sangat sepi. Kami di ajak ke sana saat tengah malam. Kami tidak boleh bersuara. Ternyata pantai tersebut merupakan tempat puluhan mungkin ratusan penyu bertelur. Mama mengajak kami mengamati penyu yang bertelur tapi kami tak boleh mengeluarkan banyak suara agar penyu-nya tidak stress saat melahirkan. Di waktu lain mama mengajak kami berkeliling sebuah kota. Karena mama adalah arsitek, dia sangat tertarik pada berbagai bangunan. Jadi sambil berkeliling, dia menceritakan berbagai sejarah bangunan, cirinya, dan kaitannya dengan budaya setempat.  Kegiatan selama liburan tidak harus selalu harus di luar kota, kadang kegiatannya bisa lebih sederhana.  

 Suatu hari temannya mama (anggap saja namanya Tante Ira)  merancang sebuah kegiatan liburan yang sederhana. Mamaku mengusulkan agar saya dan adik laki-laki saya ikut. Saat itu saya kelas 4 SD dan adik saya kelas 3 SD.  Jadi, selama liburan Tante Ira mengumpulkan beberapa anak untuk belajar di rumahnya.  Kegiatannya sederhana. Ada kegiatan belajar memasak bersama. Saya ingat belajar membuat es buah. Lalu ada kegiatan membuat berbagai kerajinan tangan. Tante Ira telah menyediakan sejumlah kertas berwarna-warni, manik-manik lem, dan gunting. Kami diajak berkarya menggunakan bahan-bahan yang ada. Sesederhana itu! Tapi tetap saja menyenangkan. Kami bisa bertemu anak-anak seumur sekaligus bermain-main (tak sengaja kami belajar berbagai keterampilan baru).

Di waktu yang lain, mama pernah mengusulkan saya untuk magang di sebuah kantor. Saat itu saya sudah SMA. Kebetulan ada teman mama yang bekerja di sebuah NGO. Saya diajak magang di sana. Kerja saya di sana adalah memfotokopi berbagai dokumen, merapikan berbagai file, menyortir kertas-kertas yang sudah tak terpakai. Sebenarnya saya di sana bukan sebagai asisten, tapi sebagai pesuruh. Kalau sedang tidak ada kerjaan saya bengong. Saat itu saya merasa sangat bosan, tapi itu membuat saya bertanya-tanya mengenai pekerjaan apa yang ingin saya kerjakan di masa depan.  Apa mau kerja kantoran seperti itu atau tidak? Saat itu keputusannya adalah saya tidak mau kerja kantoran. Pekerjaan saya sekarang memang mengajar dan saya memang tidak harus duduk di depan meja kantor dari pagi sampai sore setiap hari. 

Adik saya yang laki-laki punya pengalaman yang berbeda. Mama bekerja di bidang konstruksi. Bukan hanya merancang berbagai bangunan tapi juga  membeli bahan bangunan dan memastukan bahannya sampai lokasi proyek. Adik saya diminta membantunya. Saat itu adik saya sudah bisa menyetir.  Jadi tugasnya adalah menyetir pick-up untuk mengantar berbagai bahan bangunan ke berbagai lokasi proyek.  Adik saya belajar jadi supir pick-up! Sampai sekarang pengalaman tersebut masih berkesan untuknya sampai-sampai dia punya cita-cita bahwa suatu hari dia mau punya mobil pick-up yang bisa dipakai untuk berbagai usaha.

Kalau adik saya yang perempuan pernah diminta oleh mama untuk menghabiskan liburannya di Bali. Waktu itu adik perempuan saya sudah beranjak remaja. Tentu saja berlibur ke Bali akan sangat menyenangkan. Remaja mana yang tidak semangat diajak berlibur ke Bali? Dia sudah menyiapkan berbagai pakaian untuk pergi ke pantai, berjalan-jalan, dan sebagainya. Dalam bayangannya mungkin "party time!". Saatnya bersenang-senang. Sampai di sana ternyata adik saya dititipkan di rumah seorang pemilik toko perhiasan. Selama di Bali, adik saya harus menjaga dan mengurus berbagai keperluan toko. Selain menjaga toko, setiap hari adik saya harus belajar menari di Pura. Dia belajar bersama anak-anak yang masih sangat kecil, sekitar 4 sampai 6 tahun. Padahal, saat itu adik saya sudah belasan tahun (lupa persisnya).”Meski kecil-kecil mereka narinya jago-jago. Aku malah pegel-pegel. Gak biasa nari kayak mereka,” cerita adik saya suatu hari merefleksikan pengalamannya.

Bagi mama saya pendidikan adalah tentang memperkaya pengalaman. Jadi, liburan adalah saatnya memperkaya pengalaman. Pengalaman itu boleh pengalaman apa saja, bukan hanya pengalaman berjalan-jalan tapi juga termasuk pengalaman belajar hal baru dan bekerja. Saya rasa itu yang membuat saya dan kedua adik saya selalu terbiasa untuk mencari kesibukan bahkan kalau libur. Kami akan selalu bertanya apa lagi nih yang bisa dipelajari? Kami pun belajar meskipun itu hal sesederhana mencoba resep baru, belajar menjahit atau merajut, membaca buku baru, atau mencari pengalaman kerja (magang).

Mama saya memang dulu hanya mulai dari pertanyaan yang sederhana, “Apa hal baru yang mau kamu pelajari liburan ini?” Namun, ternyata itu bukan hanya membuat saya dan adik saya belajar memperkaya pengalaman dan jiwa tapi juga membuat kami selalu penasaran. Kami selalu ingin belajar hal baru, meskipun itu sesederhana mencoba resep baru, mencoba olah raga yang belum pernah kami coba sebelumnya, atau melihat hal-hal di sekitar kita dengan cara yang baru dan berbeda. 

Comments

Unknown said…
exactly!!! Waaa ini persis yg ingin aku terapkan ke anakku. Dari balita sudah aku tanya seperti itu ke dia. InsyaAllah bisa diterapin sampai besar. Tante keren ya pemikirannya sudah jauh ke depan. Makasih kak puti ceritanya..Inspiratif bgt! aku jd jauuuhh bs ngebayangin sekarang.
Anonymous said…
Kereennn!
Hi Dhitta, pa kabar...
kenangan bersama almarhumah Tante Hera (Mamanya Dhitta, Dipo and Daisy) pst sangat membekas n membuat kangen ya. kenangan yg sarat dengan hal baik n mendidik, sederhana n anggun. Thank you ya dhit, smua kenangan n pertemanan selama ini bersama dhitta n sisil:)meski ga bisa ketemu lgs, dhitta sdh jd bu guyu dhitta ya! Salam buat mas butre:)

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Mengenal Enam Prinsip-prinsip Dasar Pengajaran Matematika di Sekolah NCTM (2000)