Ketika Siswa Memperoleh Sebuah Nilai 'Nol' di Rapor, Apa Kemungkinan Penyebabnya?


Sumber : http://quotesgram.com/quotes-on-assessment-for-learning/

Ceritanya ada seorang siswa. Ketika menerima rapor, alangkah kagetnya siswa ini. Salah satu nilai di rapornya nol. Benar-benar nol! Siswa memang pernah tidak masuk apda pelajaran tersebut, tapi hanya beberapa kali. Tidak sampai sepanjang semester. Itu pun karena sang siswa sakit (dibuktikan dengan surat dokter). Kira-kira apa yang menyebabkan siswa memperoleh nilai 'nol' tersebut?


Setiap semester, ada berbagai tujuan pembelajaran yang diharapkan bisa dicapai oleh siswa. Tujuan pembelajaran ini, biasanya diturunkan dari tujuan pendidikan menurut UNESCO, tujuan pendidikan nasional, sampai akhirnya diturunkan dari Kompetensi Dasar (KD) yang ada di dalam kurikulum nasional.

Ketika merancang kegiatan belajar-mengajar, guru perlu memikirkan bagaimana tujuan-tujuan tersebut bisa dicapai dan bagaimana cara mengukurnya.Kumpulan hasil pengukuran ketercapaian berbagai tujuan-tujuan pendidikan ini biasanya dikuantifikasi dan dijadikan dasar untuk penilaian dalam rapor. 

Menurut pendapat saya, ketika siswa memperoleh nilai nol dalam rapor, ada dua kemungkinan. Pertama, siswa tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sepanjang semester. Atau kedua, model asesmen yang dipilih kurang tepat karena tidak bisa menggambarkan ketercapaian tujuan-tujuan pembelajaran yang sebenarnya telah dicapai  oleh siswa. 

Siswa tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sepanjang semester?

Ini tidak semua, tetapi contoh beberapa kompetensi dasar (KD) yang diharapkan bisa dicapai oleh siswa SMP kelas VII pada pelajaran matematika, berdasarkan kurikulum 2013:
  • Mendeskripsikan lokasi benda dalam koordinat Kartesius
  • Menaksir dan menghitung luas permukaan bangun datar yang tidak beraturan dengan menerapkan prinsip-prinsip geometri
  • Memahami konsep transformasi (dilatasi, translasi, pencerminan, rotasi) menggunakan objek-objek geometri
Sebagai informasi, terkait aspek kognitif, ada 20 KD yang perlu dicapai oleh siswa SMP kelas VII di mata pelajaran matematika (untuk detilnya silakan lihat sendiri dokumen kurikulumnya, tidak saya sebutkan semua karena akan terlalu panjang).

Model asesmen yang dirancang oleh guru bisa digunakan untuk mengambil penilaian yang kemudian dijadikan dasar untuk menentukan nilai rapor. Jadi, nilai rapor seharusnya adalah representasi dari ketercapaian tujuan pembelajaran siswa dalam mata pelajaran tertentu di semester tersebut.

Untuk KD "Mendeskripsikan lokasi benda dalam koordinat Kartesius", misalnya guru bisa melakukan asesmen dengan berbagai cara. Memberikan ulangan harian berupa soal pilihan ganda atau esai, misalnya, adalah satu cara tapi itu bukan satu-satunya cara untuk menilai kompetensi dasar siswa tersebut. Ada berbagai cara lain, misalnya dengan memberikan siswa tugas, memberikan ujian lisan, dan sebagainya. 

Bahkan kalau mau, guru bisa membuat asesmen yang terintegrasi dengan kegiatan belajar - mengajar. Misalnya dengan membuat game yang secara tidak langsung membuat siswa harus 'mendeskripsikan  lokasi benda dalam koordinat kartesius'. 

Kalau siswa sudah menunjukkan ketercapaian terhadap tujuan pembelajaran, seharusnya siswa memperoleh nilai yang bukan 0.

Seperti yang saya sebutkan, selama kelas VII pelajaran matematika, 20 KD yang perlu dicapai siswa (dari aspek kognitif saja). Biasanya guru menurunkannya KD ini menjadi tujuan-tujuan pembelajaran yang lebih detil.  Tidak mungkin siswa tidak mencapai satu pun tujuan pembelajaran yang telah ditentukan kecuali jika selama di kelas tidak terjadi proses pembelajaran sama sekali. 

Artinya, siswa tidak mungkin memperoleh nilai 0 di rapor kecuali bila siswa tidak masuk sama sekali. Pasti ada setidaknya beberapa tujuan pembelajaran yang bisa dicapai siswa.  Selama siswa menunjukkan ketercapaian terhadap sebagian saja tujuan pembelajaran yang ada di semester tersebut, maka nilai siswa pasti lebih besar daripada 0. 


Model asesmen yang dipilih kurang tepat karena tidak bisa menggambarkan ketercapaian tujuan-tujuan pembelajaran yang sebenarnya bisa ditunjukkan oleh siswa?
Hal ini mungkin saja terjadi. Saat guru merancang asesmen, tentu saja ada saat-saat di mana asesmen yang dirancang tidak tepat. Misalnya, guru memberikan asesmen selalu berupa tes tertulis, nilai siswa di semua tes tertulis kurang baik. Namun, saat siswa diminta menyelesaikan masalah yang terkait dengan topik, siswa bisa menjelaskan dengan lancar. Artinya, model asesmen yang dipilih belum tepat. Guru sebenarnya bisa memilih model asesmen lain yang memungkinkan siswa menunjukkan kebisaannya.

Itulah kenapa sekolah perlu memfasilitasi guru untuk berdialog bersama untuk mengevaluasi model-model asesmen yang digunakan di sekolah. Apakah asesmen yang digunakan sudah tepat? Adakah cara yang lebih baik untuk melakukan asesmen? Sekolah, bersama dengan guru lalu bisa  mendiskusikan usulan perbaikan untuk semseter selanjutnya. Di semester berikutnya, model asesmen yang digunakan di sekolah tersebut bisa lebih tepat dan beragam sehingga bisa mengukur ketercapaian pembelajaran berbagai jenis siswa. 

Bagaimana kalau sudah terlanjur menggunakan model asesmen yang tidak tepat untuk menilai siswa.Hasilnya siswa mendapat nilai nol di rapor, padahal sebenarnya ada tujuan pembelajaran yang telah dicapai siswa? Kalau kesalahannya ada pada model asesmennya, siswa berhak  untuk diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa siswa tersebut bisa mencapai beberapa tujuan pembelajaran yang ada di semester tersebut, misalnya dengan mengajak siswa melakukan asesmen ulang. Kalau memang terbukti bahwa siswa bisa mencapai beberapa tujuan pembelajaran yang menjadi target, maka tidak ada salahnya nilai siswa direvisi. Kenapa tidak?

Comments

Popular posts from this blog

Membaca "The Present Takers", Sebuah Novel Tentang Bullying

Memahami Pembelajaran Terintegrasi (Bagian 1) : Definisi & Manfaat Pembelajaran Terintegrasi

Standar Konten dan Standar Proses (NCTM, 2000)